Sabtu, 23 November 2019

penggolongan hidrokarbon



clip_image001

Sifat Fisika
Alkana yang memiliki massa molekul rendah yaitu metana, etana, propana dan butana pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berwujud gas, alkana yang memiliki 5-17 atom karbon berupa cairan tidak berwarna dan selebihnya berwujud padat.
Alkana merupakan senyawa nonpolar sehingga sukar larut dalam air tetapi cenderung larut pada pelarut-pelarut yang nonpolar seperti eter, CCl4. Jika alkana ditambahkan ke dalam air alkana akan berada pada lapisan atas, hal ini disebabkan adanya perbedaan massa jenis antara air dan alkana. Sebagian besar alkana memiliki massa jenis lebih kecil dari massa jenis air.
Karena alkana merupakan senyawa nonpolar, alkana yang berwujud cair pada suhu kamar merupakan pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa kovalen. Beberapa sifat fisika alkana dapat dilihat pada Tabel.

Nama
Titik leleh (ºC)
Titik didih (ºC)
Massa jenis (g/cm3)
Metana
Etana
Propana
Butana
Pentana
Heksana
Heptana
Oktana
Nonana
Dekana
-182
-183
-188
-138
-130
-95
-91
-57
-51
-30
-162
-89
-42
0
36
69
98
126
151
174
0,423
0,545
0,501
0,573
0,526
0,655
0,684
0.703
0.718
0.730


Sifat Kimia Alkana
Reaksi-Reaksi Alkana
Seperti yang diektahui bahwa ikatan pada alkana berciri tunggal, kovalen dan nonpolar. Oleh karenanya alkana relatif stabil (tidak reaktif) terhadap kebanyakan asam, basa, pengoksidasi atau pereduksi yang dapat dengan mudah bereaksi dengan kelompok hidrokarbon lainnya. Karena sifatnya yang tidak reaktif tersebut, maka alkana dapat digunakan sebagai pelarut.
Walaupun alkana tergolong sebagai senyawaan yang stabil, namun pada kondisi dan pereaksi tertentu alkana dapat bereaksi dengan asam sulfat dan asam nitrat, sekalipun dalam temperatur kamar. Hal tersebut dimungkinkan karena senyawa kerosin dan gasoline mengandung banyak rantai cabang dan memiliki atom karbon tersier yang menjadi activator berlangsungnya reaksi tersebut. Berikut ini ditunjukkan beberapa reaksi alkana :

1. Oksidasi
Alkana sukar dioksidasi oleh oksidator lemah atau agak kuat seperti KMNO4, tetapi mudah dioksidasi oleh oksigen dari udara bila dibakar. Oksidasi yang cepat dengan oksingen yang akan mengeluarkan panas dan cahaya disebut pembakaran atau combustion
Hasil oksidasi sempurna dari alkana adalah gas karbon dioksida dan sejumlah air. Sebelum terbentuknya produk akhir oksidasi berupa CO2 dan H2 O, terlebih dahulu terbentuk alkohol, aldehid dan karboksilat.
Alkana terbakar dalam keadaan oksigen berlebihan dan reaksi ini menghasilkan sejumlah kalor (eksoterm)
CH4 + 2O2 → CO­2 + 2H2 + 212,8 kkal/mol
C4H10 + 2O2 → CO­2 + H2O + 688,0 kkal/mol
Reaksi pembakaran ini merupakan dasar penggunaan hidrokarbon sebagai penghasil kalor (gas alam dan minyak pemanas) dan tenaga (bensin), jika oksigen tidak mencukupi untuk berlangsungnya reaksi yang sempurna, maka pembakaran tidak sempurna terjadi. Dalam hal ini, karbon pada hidrokarbon teroksidasi hanya sampai pada tingkat karbon monoksida atau bahkan hanya sampai karbon saja.
2CH4 + 3O2 → 2CO­ + 4H2O
CH4 + O2 → C + 2H2O
Penumpukan karbon monoksida pada knalpot dan karbon pada piston mesin kendaraan bermotor adalah contoh dampak dari pembakaran yang tidak sempurna. Reaksi pembakaran tak sempurna kadang-kadang dilakukan, misalnya dalam pembuatan carbon black, misalnya jelaga untuk pewarna pada tinta.

2. Halogenasi
Reaksi dari alkana dengan unsur-unsur halogen disebut reaksi halogenasi. Reaksi ini akan menghasilkan senyawa alkil halida, dimana atom hidrogen dari alkana akan disubstitusi oleh halogen sehingga reaksi ini bisa disebut reaksi substitusi.
Halogenasi biasanya menggunakan klor dan brom sehingga disebut juga klorinasi dan brominasi. Halongen lain, fluor bereaksi secara eksplosif dengan senyawa organik sedangkan iodium tak cukup reaktif untuk dapat bereaksi dengan alkana.
Laju pergantian atom H sebagai berikut H3 > H2 > H1. Kereaktifan halogen dalam mensubtitusi H yakni fluorin > klorin > brom > iodin.
Reaksi antara alkana dengan fluorin menimbulkan ledakan (eksplosif) bahkan pada suhu dingin dan ruang gelap.
clip_image003
Jika campuran alkana dan gas klor disimpan pada suhu rendah dalam keadaan gelap, reaksi tidak berlangsung. Jika campuran tersebut dalam kondisi suhu tinggi atau di bawah sinar UV, maka akan terjadi reaksi yang eksoterm. Reaksi kimia dengan bantuan cahaya disebut reaksi fitokimia.
Dalam reaksi klorinasi, satu atau lebih bahkan semua atom hidrogen diganti oleh atom halogen. Contoh reaksi halogen dan klorinasi secara umum digambarkan sebagai berikut:
clip_image005

Untuk menjelaskan keadaan ini, kita harus membicarakan mekanisme reaksinya. Gambaran yang rinci bagaimana ikatan dipecah dan dibuat menjadi reaktan dan berubah menjadi hasil reaksi.
Langkah pertama dalam halogenasi adalah terbelahnya molekul halogen menjadi dua partikel netral yang dinamakan radikal bebas atau radikal. Suatu radikal adalah sebuah atom atau kumpulan atom yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak mempunyai pasangan. Radikal klor adalah atom yang klor yang netral, berarti atom klor yang tidak mempunyai muatan positif atau negatif.
clip_image007
Pembelahan dari molekul Cl2 atau Br2 menjadi radikal memerlukan energi sebesar 58 Kcal/mol untuk Cl2 dan 46 kcal/mol untuk Br2. Energi yang didapat dari cahaya atau panas ini, diserap oleh halongen dan akan merupakan reaksi permulaan yang disebut langkah permulaan.
Tahap kedua langkah penggadaan dimana radikal klor bertumbukan dengan molekul metan, radikal ini akan memindahkan atom atom hidrongen (H ) kemudian menghasilkan H-Cl dan sebuah radikal baru, radikal metil ( CH3).
Langkah I dari siklus penggadaan
clip_image009
Radikal bebas metil sebaliknya dapat bertumbukan dengan molekul (Cl2) untuk membedakan atom khlor dalam langkah penggandaan lainnya.
Langkah 2 dari siklus penggadaan
clip_image011
Langka ketiga Reaksi Penggabungan Akhir. Reaksi rantai radikal bebas berjalan terus sampai semua reaktan terpakai atau sampai radikalnya dimusnahkan. Reaksi dimana radikal dimusnahkan disebut langkah akhir. Langkah akhir akan memutuskan rantai dengan jalan mengambil sebuah radikal setelah rantai putus. Siklus penggandaan akan berhenti dan tak berbentuk lagi reaksi.
Suatu cara untuk memusnahkan radikal adalah dengan menggabungkan dua buah radikal untuk membentuk non radikal yang stabil dengan reaksi yang disebut reaksi penggabungan (coupling reaction). Reaksi penggabungan dapat terjadi bila dua buah radikal bertumbukan
clip_image013
Radikal lainnya juga dapat bergabung untuk mengakhiri rangkaian reaksi tersebut. Misalnya CH3 dapat bergabung dengan Cl menghasilkan CH3Cl
Suatu masalah dengan radikal bebas adalah terbentuknya hasil campuran. Contohnya ketika reaksi khlorinasi metana berlangsung, konsentrasi dari metana akan berkurang sedangkan klorometan bertambah. Sehingga ada kemungkinan besar bahwa radikal klor akan bertumbukkan dengan molekul klormetan, bukannya dengan molekul metan.
Jika halogen berlebihan, reaksi berlanjut dan memberikan hasil-hasil yang mengandung banyak halogen berupa diklorometana, trikloroetana dan tetraklorometana
clip_image015
Keadaan reaksi dan perbandingan antara klor dan metana dapat diatur untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pada alkana rantai panjang, hasil reaksinya menjadi semakin rumit karena campuran dari hasil reaksi berupa isomer-isomer semakin banyak. Misalnya pada klorinasi propana
clip_image017
Bila alkana lebih tinggi dihalogenasi, campuran hasil reaksi menjadi rumit, pemurnian atau pemisahan dari isomer-isomer sulit dilakukan. Dengan demikian halogenasi tidak bermanfaat lagi dalam sintesis alkil halida. Akan tetapi pada sikloalkana tak bersubtitusi dimana semua atom hidrogennya setara, hasil murni dapat diperoleh. Karena sifatnya yang berulang terus reaksi semacam ini disebut reaksi rantai radikal bebas.

3. Sulfonasi Alkana
Sulfonasi merupakan reaksi antara suatu senyawa dengan asam sulfat. Reaksi antara alkana dengan asam sulfat berasap (oleum) menghasilkan asam alkana sulfonat. dalam reaksi terjadi pergantian satu atom H oleh gugus –SO3H. Laju reaksi sulfonasi H3 > H2 > H1.
Contoh
clip_image019
4. Nitrasi
Reaksi nitrasi analog dengan sulfonasi, berjalan dengan mudah jika terdapat karbon tertier, jika alkananya rantai lurus reaksinya sangat lambat.
clip_image021

5. Pirolisis (Cracking)
Proses pirolisis atau cracking adalah proses pemecahan alkana dengan jalan pemanasan pada temperatur tinggi, sekitar 10000 C tanpa oksigen, akan dihasilkan alkana dengan rantai karbon lebih pendek
clip_image023
Proses pirolisis dari metana secara industri dipergunakan dalam pembuatan karbon-black. Proses pirolisa juga dipergunakan untuk memperbaiki struktur bahan bakar minyak, yaitu, berfungsi untuk menaikkan bilangan oktannya dan mendapatkan senyawa alkena yang dipergunakan sebagai pembuatan plastik. Cracking biasanya dilakukan pada tekanan tinggi dengan penambahan suatu katalis (tanah liat aluminium silikat).

Cara Pembuatan Alkana
Cara Khusus pembuatan metana
a. Metana dapat diperoleh dari pemanasan unsur-unsurnya pada temperatur 1200°C.
clip_image025
b. Metana dapat diperoleh secara tidak langsung, yaitu dari senyawa CS2, H2 S dan logam Cu, ini dikenal sebagai metoda Berthelot.
clip_image027
c. Metana dapat diperoleh dari monoksida dan hidrogen akan menghasilkan metana
clip_image029
d. Reduksi katalis dihasilkan dari pemanasan sodium asetat dengan basa kuat (KOH/NaOH) tanpa adanya air.
clip_image031
e. Metana dapat dihasilkan dari pemanasan sodium asetat dengan basa kuat (KOH/NaOH) tanpa adanya air. Pada reaksi ini biasanya ditambahkan soda lime (campuran NaOH) dan CaO) untuk mencegah tejadinya keausan tabung gelasnya.
clip_image033

Cara Umum
a) Alkana dapat diperoleh dari reduksi alkil halida dan logam, misalnya logam Zn (campuran Zn + Cu) atau logam Na dan alcohol.
clip_image035
b) Alkana dapat diperoleh dari alkil halida melalui terbentuknya senyawa grignard kemudian dihidrolisis.
clip_image037
c) Alkana dapat diperoleh dari alkil halida oleh logan Na (reaksi Wurtz), dimana alkana yang dihasilkan mempunyai atom karbon dua kali banyak dari atom karbon alkil halida yang digunakan.


Titrasi penentuan nikel dengan kompleks EDTA


A.   Judul
Titrasi penentuan nikel dengan kompleks EDTA
B.   Tujuan Praktikum
Menentukan kadar nikel dengan metode titrasi kompleksometri menggunakan EDTA
C.   DasarTeori
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi[1].
Kesadahan total yaitu ion Ca2+ dan Mg2+ dapat ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka terhadap semua kation tersebut. Kejadian total tersebut dapat dianalisis secara terpisah misalnya dengan metode AAS (Automic Absorption Spectrophotometry). Asam Ethylenediaminetetraacetic dan garam sodium ini (singkatan EDTA) bentuk satu kompleks kelat yang dapat larut ketika ditambahkan ke suatu larutan yang mengandung kation logam tertentu. Jika sejumlah kecil Eriochrome Hitam T atau Calmagite ditambahkan ke suatu larutan mengandung kalsium dan ion-ion magnesium pada satu pH dari 10,0 ± 0,1, larutan menjadi berwarna merah muda. Jika EDTA ditambahkan sebagai satu titran, kalsium dan magnesium akan menjadi suatu kompleks, dan ketika semua magnesium dan kalsium telah manjadi kompleks, larutan akan berubah dari berwarna merah muda menjadi berwarna biru yang menandakan titik akhir dari titrasi. Ion magnesium harus muncul untuk menghasilkan suatu titik akhir dari titrasi. Untuk mememastikankan ini, kompleks garam magnesium netral dari EDTA ditambahkan ke larutan buffer[2].
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-[3].
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTASyarat-syarat indikator logam, yaitu: Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besarterhadap logam, Reaksi warnanya harus spesifi, Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi, Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup, Reaksi pengusiran indikator oleh EDTA harus belangsung cepat[4].
Dan berdasarkan perubahan warna dari indikator logam ini dapat kita beda-bedakan  : Cara titrasi langsung,  pada titrasi ini larutan ion logam ditambah larutan dapar dan indikator, kemudian langsung dititrasi dengan komplekson III. Titrasi ini digunakan untuk penentuan ion-ion logam kalium, magnesium dan zink. Cara titrasi tidak langsung, digunakan untuk menentukan senyawa aluminium dan bismth, karena pada titrasi secara langsung terjadi kesalahan yang disebabkan karena pengendapan dari logam sebagai hidroksida dalam suasana alkali Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat logam)[5].




















D. Alat dan bahan
1. alat
NO
Nama alat
Kategori
Gambar
Fungsi Alat
1
Pipet Tetes
1


Untuk mengambil dan meneteskan reagen dalam skala kecil.
2
Buret
1
Sebagai wadah zat titran pada saat titrasi.
3
Stattif dan klem
1




Untuk menahan buret pada saat proses titrasi sedang berlangsung.
4
Labu ukur 1000 ml
1



Digunakan dalam pembuatan larutan.
6
Erlenmeyer
1
Sebagai wadah zat yang akan dititrasi.
7
Batang pengaduk
1
Untuk mengaduk larutan dan mempercepat larutnya suatu bahan.
8
Gelas piala
1
Sebagai wadah untuk melarutkan zat.
9
Corong biasa
1
Untuk memepermudah pengisian titran dalam buret.
















2. bahan
NO
Bahan
Kategori
Sifat Fisik
Sifat Kimia
1
Natrium hidroksida (NaOH) 

Khusus
-          Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur
-          Titik leleh 318 °C
-          titik didih 1390 °C
-          densitas NaOH adalah 2,1
-          Dengan larutan natrium hidroksida, (HCl) asam klorida dinetralkan dimana akan terbentuk garam dan air.
-          Larut dalam etanol dan metanol
2
Ethylene diamine tetracetid acid (EDTA)

Khusus
-          Penampilan : Putih
-          Bentuk : Kristal atau bubuk
-          Densitas : 0,86 g cm-3
-          pH: 4,0-4,5 (1% dalam air)
 Rumus molekul : C10H16N2O8

3
Murexid (0,2 gram EBT + 50 gram HCl)
Khusus
-      Cairan tak berwarna
-     Titik didih:110 °C (383 K)
-     Titik lebur−27,32 °C  
 Larutan 38%
4.
Aquades
Umum
-      Cairan  bening tak berwarna
-    Titik didih 1000 C
-      Titik lebur 00 C(273,15 K)
-    Pelarut polar
-     Merupakan ion H+ yang berasosiasi dengan OH-






E. Prosedur kerja
Ø  Penetapan kadar Nikel
 


memasukkan 25 ml larutan nikel sulfat kedalam erlenmeyer
Menambahkan 5 mL NaOH 0,1 M
Menambahkan indikator murexid
Menitrasi dengan EDTA hingga warna indikator menjadi merah jambu
Rounded Rectangle: Volume larutan 
















F. Hasil pengamatan
No
Perlakuan
Hasil pengamatan
1.
Mengukur 25 mL Ni dan diencerkan dengan aquadest sebanyak 250 mL pada labu takar
Larutan Ni 250 mL berwarna hijau
2.
Mengambil 50 mL dan memasukkannya ledalam 2 labu erlemeyer yang masing-masing berisi 25 mL
-    Labu 1 = larutan Ni 25 mL
-    Labu 2 = larutan Ni 25 mL
3.
Menambahkan 5 mL larutan NaOH 0,1 N
Larutan menjadi hijau keruh
4.
Menambahkan indicator meroksit kurang lebih 1 sendok spatula dan dikocok sampai tercampur
Larutan berubah warna menjadi abu-abu kehitaman
5.
Menitrasi dengan EDTA dan melakukan secara duplo
Larutan berubah menjadi warna ungu pada volume
1. 48,5 mL
2. 49 mL
Perhitungan
Dik : V1 = 48,75                               
         V2 = 25 mL
         M1 = 0,01 M
Dit : M2  …???
Penye :
V1 × M1 = V2 × M2
48,75 × 0,01 = 25 × M2
M2 =
M2 = 0,0195 M




















G. Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Pada percobaan ini yang dilakukan pertama kali adalah memipet 25 ml aquadest dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 5 ml NaOH 0,1 M sehingga pH berkisar 12-13. Dilanjutkan dengan menambahkan indikator murexsid. Murexsid Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi pada pH=12. Tujuan diberikan indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Pada saat penambahan indikator warna larutan menjadi warna abu-abu kehitaman.
Selanjutnya larutan contoh dititrasi dengan larutan EDTA di mana larutan berubah menjadi warna ungu pada volume 48,5 mL.




                  Gambar larutan setelah dititrasi dengan EDTA
Percobaan ini dilakukan duplo, dan didaptkan volume rata-rata EDTA yang dipakai sebesar 48, 74 mL.


H. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil dima diketahui konsentrasi Ni adalah 0,0195 M.





















DAFTAR PUSTAKA
1.  Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta.
2.  Day, R.A. Jr& Underwood, A.L.(1988). Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga: Jakarta.
3.  Khopkar, S. M. (2008).  KonsepDasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
4.  Odeyoni. (2012). Laporan praktikum titrasi.http://odeyoni.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-titrasi.html. Diakses tanggal 24 november 2015 pukul 19.00 WITA.
5.  Lifiani, Astrid.2013. Kompleksometri.  http://astridlifiany.blogspot.com/2013/03/laporan-kompleksometri.html. Diakses tanggal 24 november 2015 pukul 19.00 WITA



REAKSI EKSOTERM DAN REAKSI ENDOTERM

BAB I PENDAHULUAN A.     Judul REAKSI EKSOTERM DAN REAKSI ENDOTERM B.     Rumusan Masalah 2.1 Bagaimana memahami pengert...